PILPRES 2019#06 : PERBEDAAN STRATEGIS DAN ORIENTASI PEMILIH CAPRES 2019

PILPRES 2019#06 : PERBEDAAN STRATEGIS DAN ORIENTASI  PEMILIH CAPRES 2019

Ini bacaan untuk seluruh tim sukses, caleg, dan capres-cawapres, juga untuk para analis dan pemerhati demokrasi. Sebenarnya yang lebih penting kami berharap dapat dibaca oleh kalangan milenial dan masyarakat bebas.

Beredar berbagai analisis dalam seminggu terakhir dalam membaca orientasi pilihan masyarakat pemilih dalam pilpres kali ini. Ada istilah kerumunan dalam suatu analisis di tingkat nasional. Ada juga pandangan yang mencoba mengaitkan kesamaan pandangan perilaku masyarakat pemilih antara pilpres dengan pilkada. Artikel kali ini mencoba mengemukakan pandangan juga sebagai bahan untuk memperkaya pandangan analisis sehingga diharapkan akan turut serta dalam meramaikan diskursus dalam ruang publik dalam jangka waktu sebulan menjelang hari pemilihan 17 April 2019 mendatang.

Berikut poin-poin yang akan kami terangkan terkait seperti apa perilaku masyarakat pemilih dalam memandang pilpres bulan depan berdasarkan pengalaman kami dalam berinteraksi langsung di lapangan, juga berdasarkan pendapat beberapa tokoh yang sudah di publish di berbagai media.

  1. Pilpres dan pilkada itu sangat jauh berbeda skalanya, pilpres lebih luas geografisnya dengan tingkat heterogen pemilih yang sangat banyak, sehingga kami memperkirakan faktor ini sangat signifikan untuk membedakan bacaan perilaku pemilih antara pilpres terhadap pilkada. Dalam suatu pilkada mungkin saja pragmatisme kedaerahan sangat kuat muncul di permukaan, akan beda halnya pragmatism ini dalam pilpres. Dalam pilpres karena jangkauan keluasan wilayah dan jumlah pemilih yang begitu banyak maka sifat pragmatism pemilih yang diwujudkan dalam politik transaksional secara  langsung cukup sulit untuk dilakukan secara massive. Jangkauan pilpres yang sangat luas tersebut mengakibatkan sentuhan yang dapat dilakukan para paslon “hanya” bersifat imbauan dan tawaran kekuatan visioner yang jujur dan dapat dipercaya oleh akal public.
  2. Masyarakat pemilih memiliki kecerdasan yang sudah luar biasa dalam menentukan pilihannya, pilihannya di tingkat lokal akan berbeda dengan pilihannya tingkat nasional. System pemilu kita sangat memungkinkan setiap satu orang pemilih boleh memilih tiga partai berbeda untuk perwakilannya di parlemen. Dan juga pemilih bebas menentukan pilihannya terhadap capres-cawapresnya tanpa didasari pilihan partai tersebut. Kalkulasi nilai signifikansi terhadap orientasi atau perilaku memilih ini sangat cukup dijadikan standar penilaian dan kajian untuk memprediksi kemana suara mayoritas pemilih akan berlabuh.
  3. Perang opini publik boleh-boleh saja selama tetap dalam bingkai sila persatuan Indonesia. Mengemukakan argumentasi adalah wajar dalam rangka mengawal pengayaan proses demokratisasi di negri ini. Satu hal yang sangat penting untuk disadari adalah akan selalu ada variable fenomena baru penentu kemenangan bagi kontestan. Membandingkan variabel kemenangan pemilu yang terjadi di Amerika Serikat itu boleh-boleh saja dengan menyadari secara mendalam bahwa ada perbedaan yang “khas” antara masyarakat Amerika dibanding masyarakat Indonesia. Diperlukan sikap bijaksana untuk “menarik” kesamaan analisis antara pemilu di Amerika dan pemilu di Indonesia. Dia hanya bisa dibandingkan, dicari inspirasinya, ditiru nilai-nilai kemanusiaannya. Tetapi untuk menyamakan asumsinya maka hal itu juga sangat dibutuhkan kritisi yang sangat panjang. Apalagi mengharap penggiringan opini dari sana, bagi kami itu hal sangat konyol jika dilakukan. Ini sudah era viral, ini sudah era kecepatan informasi yang sangat tinggi. Tidak mudah menjual polesan, jual lah bahan baku demokrasi kepada masyarakat pemilih dan biarkan masyarakat pemilih yang akan mengolahnya secara kreatif dan sesuai kebutuhan mereka.
  4. Arti pilpres kali ini adalah mencari pemimpin terbaik yang paling dibutuhkan oleh seluruh masyarakat Indonesia. Artinya persaingan dalam pemilu ini bertujuan untuk terus eksistensi NKRI. Bukan adu domba, bukan perpecahan saling hina antar anak bangsa. Disebut memilih karena ada pilihan, batasan menilai pilihan seseorang adalah kritisi konstruktif. Pertarungannya adalah berlomba kebaikan dengan pertunjukan siapa yang lebih baik. Misalkan ada pertandingan tarian kolosal antar kelompok di setiap daerah maka pemenangnya adalah seluruh peserta yang mewakili setiap daerah tersebut. Karena semua pasti akan berias diri dan tampil dengan ke “khas-an” nya masing-masing tetapi dalam suasana kegembiraan antara penonton, panitia penyelenggara, donator, dan seluruh stakeholder yang terlibat. Begitulah asumsinya pemilihan pilpres saat ini yang kami inginkan, semoga kita semua juga menginginkan hal sama baiknya terhadap negri ini.   
  5. Sebagai tambahan tips bagi tim dan paslon kami menyarankan berusahalah untuk menampilkan pertunjukan yang lebih jujur dan niat yang lebih tulus karena cermin publik saat ini sangat terang sehingga mereka sangat mudah untuk melihat segala aktifitas tim dan paslon.

Kepada yang senior kami haturkan salam hormat, berilah

kesempatan untuk generasi kita selanjutnya dengan bimbinganmu yang kasih dan sayang

itu, toh ini semua perkara anak-anakmu juga dimana engkau tautkan kebahagianmu

dan warisan baikmu.

Salam kompak semua, salam persatuan NKRI !!!

Recommended for you